Pages

Friday, April 25, 2014

Arti kata menteng

Hari ini tiba-tiba pengen belajar kata baru dari kamus sekolah dasar departemen pendidikan dan kebudayaan. Saya membuka bagian M dan menemukan kata "menteng" ya sodara sodara, menteng, M-E-N-T-E-N-G. (saya berpikir sejenak sebelum sempat melihat artinya hmmm sejak kapan nama tempat masuk kedalam kamus, dan pemikiran lain yang gak penting tiba tiba berseliweran di otak mulai dari kawasan menteng di jakarta, atau plesetan gak jelas -- menteng itu bro, sodaranya margarin yang biasa dioles di roti -- menteng itu bro, saat lu lagi serius duduk nonton di depan tv nungguin suatu acara -- menteng itu bro, pas ada temen lu yang kaya mendadak trus gak mau maen bareng lagi akhirnya lu ngomong ke dia : 'menteng-menteng jadi OKB sombong banget sih sekarang' ).. Okeh maafkan dengan intro ga penting yang terlalu panjang..
Ternyata menteng itu adalah kata benda yang berarti buah berbentuk bulat, sebesar kelereng, kulitnya hijau kekuning-kuningan, dagingnya berwarna merah, rasanya asam manis dan berbiji 
buah menteng (via : perut gendut)

hmm, si buah menteng ini ternyata sepupuan ama buah duku makanya penampakan dari buah duku dan menteng sekilas terlihat sama..kalau mau lihat info lebih lengkapnya, monggo ditengok halaman wikipedia tentang buah menteng ini..


Yuniar C. Th. Johansz

Friday, November 29, 2013

Promo Natal GBI PPL 2013 : Kasih Memulihkan



Natal GBI PPL 2013 : Kasih Memulihkan, 15 Desember, 17.00, Sabuga ITB.
Natal anak GBI PPL 14 Desember 2013, 16:00, Sabuga ITB.

don't forget to come fellas.. get your reminder now and put in on your agenda, so you won't miss it.
Yuniar C. Th. Johansz

Friday, November 8, 2013

Coba buat gue marah..!

via : weheartit
Okey judul diatas mungkin terkesan sangat provokatif di telinga beberapa orang.. Mungkin ada yang berpikir gue tipikal orang songong yang merasa tak pernah marah, atau mungkin ada juga yang berpikir bahwa gue tipikal orang yang emang dari sananya gak punya perasaan atau mari sebut saja gue mungkin makhluk feeling-less.. So karena beberapa orang mungkin berpikir gue gak punya perasaan maka otomatis gue juga gak akan merasakan sakit, sedih, gentar, takut, kesal, duka, dan laen laen tambahin sendiri sesuka kalian masing2.. Tul ga?? !

Well, sebenarnya gak seperti itu juga sih.. Gue deklarasikan dengan sebenar-benarnya (ehem, tolong dibaca dengan seksama) gue itu bukan makhluk feeling-less … nah berhubung gue ini ternyata masih satu spesies ama kalian yang sama-sama normal a.k.a manusia biasa jadi gue juga sama seperti kalian yang terkadang masih bisa merasakan salah satu bentuk emosi bernama "MARAH" tapi bedanya adalah gue memilih untuk tidak marah.. Waktu kecil, mungkin gue pernah marah tapi seingat gue sejak berusia 17tahun gue gak pernah marah.. Gue gak mau marah karena efek sebuah artikel tentang kakek-kakek yang sangat pemaaf dan sejak saat itu gue jadi sangat terinspirasi dengan kisah beliau.. (sok dibuka kisahnya si kakek pemaaf - bakal gue buat postingannya tapi nanti ya ^.^ ntar dikasi linknya okeh okeh..)

Ya, ya, ya gue tahu kedengarannya sok banget (mungkin ada juga dari kalian yang gak pernah marah seumur hidupnya) tapi inilah yang emang gue alami.. Bukannya gue udah mencapai puncak self esteem, hanya saja gue terlalu malas membiarkan kemarahan berleha-leha di waktu hidup gue yang indah ini.. Setiap ada orang yang nanya "kenapa sih lu gak pernah marah?" gue selalu jawab "malas aja, buang buang energi".. Nah sekarang gue lagi baca sebuah buku dan salah satu bab di dalamnya membahas tentang kemarahan. Di buku ini dituliskan bahwa salah satu pemicu dari kemarahan kita kebanyakan adalah pengharapan yang tak sampai.. Well, sejauh ini gue setuju banget, mungkin karena gue jarang ngarep tentang sesuatu hal hasilnya ngebuat gue jauh lebih bersyukur dengan apa yang didapat.. Atau mungkin juga karena pengharapan yang gue inginkan bukanlah sesuatu yang mustahil jadi hasilnya pasti gak jauh beda antara kenyataan dan hasilnya..


Berhentilah menjadi penikmat amarah
Yuniar C. Th. Johansz

Monday, September 2, 2013

Life & People



Life is really interesting the way it turns out. Especially in the transition from being a child to being an adult. You may escape reality for a while, but it catches you up and scares you from behind. 

Life is not what you make it, because you have so little power over your own life. Ironically enough, others form what you become. Others form where you are, and how you feel. And, sadly enough, so many young people have such an amazing view of life - life is what I make it.

I don’t know if I will laugh at this when I get older, but I have discovered that when you see the best in people, you get blinded. You have to be ready to see the best and worst in people. You can’t ignore the bad sides, the luggage or even the slightest signals. 

Every person that comes into our lives shapes us, creates us. That is, we are a creation of other people. Now meeting another creation, of other people, can form a clash, which happens in every single story. 


Yuniar C. Th. Johansz

Saturday, August 31, 2013

Regata Storica (Historic Regatta) : Venice, Italia

Something just flashing in my mind.. it was boats, river, something about sail, team work, fun, and festival... So i just googling about some boat races and canal festival and i found this one.. 

Regata Storica
Location: Castello, Venice, Italy
Date: first Sunday in September. 1 Sep 2013; 7 Sep 2014; 6 Sep 2015.

( Source )
These rowing races on the Grand Canal commemorate the welcome given to Caterina Cornaro, wife of the King of Cyprus, in 1489 after she renounced her throne in favour of Venice. The most famous regatta out of 120-plus that take place in the watery city between April and September, the event begins with a parade of boats decorated in 16th-century style and powered by crews in period costume. 
( Source )
The races start in the Castello area and proceed west up the canal to the former convent of Santa Chiara, where the boats turn around a paleto (pylon) to pound back to the finishing line at Ca’ Foscari, cheered on by the locals.
** Information Source : Lonely Planet

Yuniar C. Th. Johansz